Amnesti Internasional


Berikut ini bahan yang dapat dipelajari mengenai Pengantar Pengadilan Pidana Internasional (ICC), yang diperoleh dari web site www.elsam.or.id. Lembar Fakta 1 dan Lembar Fakta 2 ini dapat memberikan gambaran tentang:
1. Apakah Pengadilan Pidana Internasional (ICC) itu?
2. Latar belakang terbentuknya ICC
3. Yuridiksi dari ICC
dan lain

untuk lebih lanjut, silakan pelajari melalui bahan dibawah ini;


AMNESTI INTERNASIONAL
Pengadilan Pidana Internasional
Lembar Fakta 1



Pengantar Pengadilan Pidana Internasional (ICC)
“Pembentukan Pengadilan ini masih menjadi harapan bagi generasi masa depan, dan merupakan langkah besar dalam usaha menuju hak-hak asasi manusia universal dan supremasi hukum.” (Kofi Anan, Sekretaris Jenderal PBB, 18 Juli 1998 pada menandatanganan Statuta Roma ICC di Roma)


1. Apakah Pengadilan Pidana Internasional (ICC) itu?

ICC merupakan lembaga hukum independen dan permanen yang dibentuk olehmasyarakat negara-negara internasional untuk menjatuhkan hukuman kepada setiap bentuk kejahatan menurut hukum internasional: genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang lainnya.


2. Kapan ICC dibentuk?

Pada bulan Juli 1998 konferensi diplomatis mengesahkan Statuta Roma tentang ICC (Statuta Roma) dengan suara sebanyak 120 setuju dan hanya 7 yang tidak setuju (21 abstein). Statuta Roma menjelaskan apa yang dimaksud dengan kejahatan, cara kerja pengadilan dan negara-negara mana saja yang dapat bekerja sama dengan ICC. Ratifikasi ke-60 yang diperlukan untuk membentuk ICC telah dilakukan pada tanggal 11 April 2002 dan Statuta mulai dilaksanakan yuidiksinya pada tanggal 1 Juli 2002. Pada bulan Pebruari 2003, 18 hakim ICC pertama kali diangkat dan Jaksa Penuntut pertama dipilih pada bulan April 2003.


3. Mengapa keberadaan Pengadilan ini penting?

Meskipun lebih dari setengah abad yang lalu komunitas internasional telah menetapkan sisten regional dan internasional untuk perlindungan hak-hak asasi manusia, jutaan manusia masih menjadi korban genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Sayangnya, hanya sedikit pelaku kejahatan yang diadili oleh pengadilan nasional sepertinya sebagian besar dalang kejahatan telah mengetahui bahwa pasti tidak akan dibawa kepengadilan untuk kejahatan yang telah mereka lakukan.

Tujuan keberadaan ICC:
• Bertindak sebagai pencegah terhadap orang yang berencana melakukan kejahatan serius menurut hukum internasional;
• Mendesak para penuntut nasional – yang bertanggungjawab secara mendasar untuk mengajukan mereka yang bertanggungjawab terhadap kejahatan ini ke pengadilan – untuk melakukannya;
• Mengusahakan supaya para korban dan keluarganya bisa memiliki kesempatan untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran, dan memulai proses rekonsiliasi;
• Melakukan langkah besar untuk mengakhiri masalah pembebasan dari hukuman


4. Apa pengaruh ICC terhadap pengadilan nasional?

Pengadilan nasional akan selalu mempunyai yuridiksi atas sejumlah kejahatan. Berdasaarkan prinsip saling melengkapi, ICC hanya akan bertindak ketika pengadilan nasional tidak mampu atau tidak mau mengambil tindakan.
Contoh: Pemerintah mungkin tidak ingin menjatuhkan hukuman atas warga negaranya terlebih jika orang tersebut adalah orang yang berpengaruh atau ketika sistem pengadilan pidana telah runtuh sebagai akibat dari konflik internal sehingga tidak ada pengadilan yang mampu mengatasi kasus-kasus tipe kejahatan tersebut.


5. Kapan Pengadilan dapat menjatuhkan hukuman kepada para tersangka kejahatan menurut hukum internasional?

Pengadilan mempunyai yuridiksi untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan ketika:
• Kejahatan dilakukan di wilayah yang telah meratifikasi Statuta Roma.
• Kejahatan dilakukan oleh warga negara yang telah meratifikasi Statuta Roma.
• Negara yang belum meratifikasi statuta Roma telah memutuskan untuk menerima yuridiksi pengadilan atas kejahatan tersebut;
• Kejahatan dilakukan dalam situasi yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional dan Dewan Keamanan PBB sudah mengajukan situasi tersebut ke muka Pengadilan berdasarkan bab 7 Piagam PBB.


6. Apakah Pengadilan sanggup menjatuhkan hukuman untuk kejahatan yang
dilakukan sebelum Pengadilan terbentuk?

Tidak. Pengadilan hanya memiliki yuridikasi untuk kejahatan yang dilakukan setelah 1 Juli 2002, ketika Statuta Roma diberlakukan.


7. Siapa yang memutuskan kasus-kasus yang harus diputuskan Pengadilan ini?

Statuta Roma menjabarkan kasus-kasus apa saja yang dapat dibawa ke Pengadilan:
1) Jaksa Penuntut Pengadilan dapat memulai investigasi dalam keadaan dimana satu atau lebih kejahatan telah dilakukan, berdasarkan informasi dari berbagai sumber, termasuk para korban dan keluarga. Namun, hanya Pengadilan yang memberlakukan yuridiksi atas kejahatan dan individu tersebut (lihat pertanyaan 4 dan 5)

2) Negara yang telah meratifikasi Statuta Roma dapat meminta Jaksa Penuntut untuk menginvestigasi situasi dimana satu atau lebih kejahatan telah dilakukan, tetapi hanya Pengadilan yang memberlakukan yuridiksi.

3) Dewan Keamanan PBB dapat meminta Pengadilan untuk menginvestigasi situasi dimana satu atau lebih kejahatan telah dilakukan. Tidak seperti metode 1 dan 2, ICC akan memberlakukan yuridiksi ketika Dewan Keamanan PBB mengajukan situasi tersebut ke Jaksa Penuntut, meskipun kejahatan tersebut terjadi di wilayah negara yang belum meratifikasi Statuta Roma atau telah dilakukan suatu bangsa di negara tersebut. Di dalam masing-masing situasi tersebut di atas, semua tergantung Jaksa Penuntut, bukan negara atau Dewan Keamanan, untuk memutuskan apakah investigasi akan dilakukan. Berdasarkan investigasi tersebut, pemutusan hukuman tergantung pada keputusan hukum.


8. Mengapa peran banyak negara dianggap penting untuk meratifikasi Statuta
Roma?

Jaksa Penuntut hanya akan dapat memulai investigasi ketika kejahatan telah dilakukan di wilayah suatu negara anggota Statuta atau si tertuduh adalah warga negara negara anggota Statuta, kecuali Dewan Keamanan mengajukan situasi tersebut ke Pengadilan. Keengganan Dewan Keamanan untuk menetapkan peradilan ad hoc kejahatan internasional untuk situasi-siatuasi di luar yang terjadi di bekas Yugoslavia dan Rwanda menyatakan sepertinya tidak banyak situasi dapat diajukan ke Pengadilan. Oleh karena itu, untuk alasan ini, efektivitas pengadilan akan dilihat dari banyaknya negara yang meratifikasi Statuta. Publikasi Proyek Keadilan Internasional



AMNESTI INTERNASIONAL
Pengadilan Pidana Internasional
Lembar Fakta 2
(file pdf klik saja pada kalimat berwarna merah)


Tentang Ratifikasi; “Saya mendesak Anda dan anggota parlemen Anda di seluruh dunia untuk mempercepat proses ratifikasi Statuta Roma. Jangan sampai kita kehilangan momentum untuk mencapai keberhasilan yang luar biasa ini secepat mungkin.”(Kofi Anan, Sekretaris Jenderal PBB, Sambutan di hadapan Parlemen Swedia, 28 Mei 1999)

Lebih dari setengah abad sejak peradilan Nuremberg dan Tokyo, banyak negara gagal membawa mereka yang bertanggung-jawab atas genosida, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang ke pengadilan. Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional (Statuta Roma) akan membantu penanganan masalah ini dengan membentuk Pengadilan Pidana Internasional yang permanen bagi para pelaku kejahatan untuk diadili dan membantu para korban, ketika negara tidak mampu atau tidak ingin melakukannnya. Keberhasilan ini akan bergantung pada meluasnya ratifikasi atas Statuta Roma.


Mengapa peradilan tidak dapat diserahkan ke pihak pengadilan di tempat terjadinya kejahatan?

Berdasarkan peraturan umum, peradilan harus dilaksanakan di tempat terjadinya kejahatan selama peradilan tersebut bukan beradilan yang curang dan tidak adil, dan tidak memberlakukan hukuman mati. Peradilan seringkali dirasa lebih efisien dan sangat berpengaruh ketika terjadi di tempat di mana bukti banyak ditemukan, tertuduh dan sebagian besar korban dan saksi tinggal dan menetap dan pihak-pihat tersebut mengenal sistem hukum dan bahasa setempat dengan baik.

Namun, di banyak kasus, peradilan yang memenuhi standar hampir tidak pernah mungkin dilaksanakan di negara di mana kejahatan terjadi. Hukum yang mengatur kejahatan demikian mungkin tidak ada atau sistem hukum telah runtuh. Mungkin negara tersebut tidak memiliki sumber daya untuk peradilan yang demikian atau tidak mampu memberikan perlindungan bagi para tersangka, korban, saksi atau pihak lain yang terlibat pengadilan. Jaksa Penuntut mungkin tidak memiliki kemauan politik untuk melakukan penyelidikan. Mereka juga mungkin dihalang-halangi untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan oleh lembaga eksekutif – karena beberapa dai mereka mungkin terlibat - atau oleh aturan-aturan amnesti, permberian maaf dan langkah-langkah yang menyerupai berujung pada impunitas.


Bagaimana dengan yuridiksi universal, seperti dalam kasus Pinochet?

Pengadilan di seluruh negara memiliki wewenang dan tugas di bawah hukum internasional, untuk membawa mereka yang bertanggung jawab atas genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di mana pun ke pengadilan. Praktik yuridiksi universal oleh pengadilan nasional tersebut akan sangat bermanfaat pada saat para tersangka mengunjungi atau mencari perlindungan di negara mereka atau ketika negara dimana kejahatan terjadi mengekstradisi para tersangka. Yuridiksi universal juga membantu mengisi kekosongan Statuta Roma dengan mengizinkan mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan di wilayah negara yang belum meratifikasi Statuta Roma yang akan dibawa ke pengadilan. Namun, jumlah kasus tersebut sepertinya masih akan terbatas pada masa-masa yang akan datang.


Mengapa pengadilan ad hoc atas kejahatan internasional tidak langsung dibentuk saat dibutuhkan?

Lebih dari setengah abad sejak Nuremberg dan Tokyo, Dewan Keamanan PBB hanya membentuk dua pengadilan kejahatan internasional ad hoc. Meskipun Pengadilan Kejahatan Internasional bagi bekas Yugoslavia (ICTY) yang dibentuk pada tahun 1993 dan Pengadilan Kejahatan Internasional bagi Rwanda (ICTR) yang dibentuk pada tahun 1994 telah cukup efektif, dimana mayoritas dari mereka yang sudah diketahui terlibat dan mereka dengan kasus-kasus yang akan disidangkan sudah ditahan, keduanya masih terbatas pada kejahatan yang dilakukan di dua wilayah tertentu dan dalam dua peristiwa tertentu saja. Sejak tahun 1993, Dewan Keamanan gagal membentuk pengadilan ad hoc serupa untuk peristiwa berat lain, seperti di Kamboja, Chechnya, Timor Timur, Guatemala, Irak, Liberia, Sierra Leone dan Somalia. Keterlambatan ini sebagian disebabkan oleh mahalnya pembentukan lembaga-lembaga baru dan kurangnya keinginan politik.


Lalu, keuntungan apa yang dapat diperoleh dari ICC?

ICC akan mampu bertindak ketika pengadilan negara di mana kejahatan terjadi atau negara yang warganya menjadi tersangka tidak mampu atau tidak mau membawa mereka yang bertanggung-jawab ke pengadilan. Ketika Jaksa Penuntut ICC mendapatkan ijin untuk melakukan penyelidikan, berdasarkan infomasi dari berbagai sumber, termasuk para korban dan keluarga, LSM, organisasi kepemerintahan seperti PBB, dan negara, para Jaksa Penuntut tidak lagi bergantung pada sumber-sumber dari Dewan Keamanan PBB. Dibandingkan dengan pengadilan nasional, ICC akan dapat “bersuara” lebih keras atas nama seluruh masyarakat internasional. Hampir dua pertiga negara anggota PBB memutuskan untuk mengadopsi Statuta Roma pada tahun 1998, dan yang lain kemungkinan akan meratifikasinya dalam waktu dekat.


Mengapa ICC dianggap hemat?

Meskipun anggara tahunan ICC mencapai $100 juta, jumlah tersebut masih lebih kecil dibandingkan biaya yang dihabiskan oleh negara-negara yang melakukan penyelidikan dan penuntutan terhadap kejahatan biasa di seluruh dunia. Terlebih lagi, karena ICC bisa mencegah terjadinya kejahatan seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang untuk terjadi lagi di masa datang, maka ICC jauh lebih banyak menghemat kemungkinan pengeluaran-pengeluaran tersebut.


Apa saja jaminan bahwa penyelidikan dan penuntutan tidak bermotif politik?

Statuta Roma memuat banyak pengaman yang menjamin penyelidikan dan penuntutan hanya untuk kepentingan keadilan, bukan politik. Meskipun Dewan Keamanan PBB dan negara dapat merujuk kepada Jaksa Penuntut ICC, keputusan untuk melaksanakan penyelidikan diserahkan kepada Jaksa Penuntut. Namun, Jaksa Penuntut tidak akan bergantung pada Dewan Keamanan atau rujukan negara, melainkan akan membuka penyelidikan berdasarkan informasi dari berbagai sumber. Jaksa Penuntut haruslah bermoral tinggi dan mempunyai kemampuan di dibangnya serta memiliki pengalaman praktik yang mendalam dalam hal penuntutan atau pengadilan atas kasus-kasus pidana. Jaksa Penuntut tersebut harus bertindak secara mandiri. Jaksa Penuntut harus meminta kewenangan dari Majelis Pra-Peradilan (Pre-Trial Chamber) baik untuk melakukan penyelidikan maupun penuntutan dan permintaan tersebut dapat digugat oleh negara. Publikasi Proyek Keadilan Internasional

terimakasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Pengganti Pre/Post Test 1

Translate Jurnal World Society of Victimology 3

URGENSI PENERAPAN MATA KULIAH VIKTIMOLOGI