Masalah Pimpinan MPR Diharapkan Selesai Sebelum Pelantikan Presiden




http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=23292&cl=Berita

[6/10/09]

Beredar kabar DPD akan boikot pelantikan presiden dan wakil presiden, tetapi kemudian dibantah.

‘Polemik’ internal DPD terkait proses pemilihan Pimpinan MPR terus berlanjut. Pimpinan DPD menyatakan menolak terpilihnya Wakil Ketua MPR dari unsur DPD, Ahmad Farhan Hamid. Beredar kabar, penolakan ini akan berlanjut dengan aksi boikot acara pelantikan presiden dan wakil presiden, 20 Oktober mendatang.

Kabar ini langsung dibantah oleh Wakil Ketua DPD Laode Ida. Ia menegaskan pelantikan presiden dan wakil presiden merupakan agenda kenegaraan yang sangat penting. Oleh karenanya, tidak ada yang boleh mengacaukan atau bahkan menunda.

“Itu (pemboikotan, red) hanya isu, DPD tetap menghargai agenda kenegaraan tersebut. Jika terjadi pemboikotan, orang yang melakukan juga akan berhadapan dengan DPD,” tegasnya dalam jumpa pers, Selasa (6/10).

Namun, dengan tegas juga, Laode menyatakan Pimpinan DPD akan konsisten menolak terpilihnya Farhan. Ia mengatakan masalah ini adalah masalah internal DPD dan jangan dikaitkan dengan isu pelantikan presiden dan wakil presiden. “Harus dipisahkan masalah internal DPD dengan agenda pelantikan presiden,” tambahnya.

Laode sendiri berharap polemik pemilihan Pimpinan MPR harus diselesaikan sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden. Opsi solusi yang ditawarkan adalah mengganti Farhan dengan unsur DPD lainnya. “Kita berharap masyarakat tidak salah tanggap, ini bukan soal perebutan kekuasaan, tapi soal pelanggaran Tatib dan etika,” ujarnya.

Anggota DPD Muhammad Asri Anas menambahkan, hasil paripurna DPD sebenarnya telah memunculkan dua nama calon. Mereka adalah Anggota DPD asal Sulawesi Selatan Aksa Mahmud dan Anggota DPD DKI Jakarta Djan Faridz. Rencananya, DPD akan memilih satu di antara Aksa dan Djan.

“Dari hasil paripurna kemarin, kami mengusulkan dua nama, jika satu orang, Aksa Mahmud yang menggantikan, jika dua orang ditambah dengan Djan Faridz,” ujar Anas.

Seperti Laode, Anas berharap pergantian Farhan bisa dilakukan sebelum 20 Oktober. Mekanisme pergantian, menurutnya, dapat ditempuh melalui mekanisme Rapat Khusus Pimpinan MPR dengan mempertimbangkan dua ama yang dicalonkan oleh DPD. “Rapat pimpinan khusus MPR dilakukan supaya sah demi hukum,” katanya.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahyo Kumolo menegaskan bahwa pemilihan Pimpinan MPR Sabtu lalu (3/10) adalah sah. Menurut Tjahyo, sidang saat pengambilan keputusan dihadiri oleh anggota MPR sekitar 500 orang atau sudah mencapai kuorum. Mekanisme yang diambil mulai penentuan paket, pemilihan sampai pengambilan keputusan juga sudah sesuai dengan Tata Tertib MPR.

“Jadi, bukan urusan MPR kalau memboikot, seharusnya Pimpinan MPR terpilih tidak usah diperdebatkan lagi,” ujarnya.

Penentuan pemilihan pimpinan MPR melalui mekanisme sistem paket merupakan buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan judicial review sebagian anggota DPD. Dalam putusannya, MK menghapus ketentuan Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi, ‘Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD, yang ditetapkan dalam sidang paripurna MPR'.

(Fat)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Pengganti Pre/Post Test 1

Translate Jurnal World Society of Victimology 3

Amerika, Eropa dan Zionis; Mustahil Menerapkan Keadilan Global