Wacana Posisi Wakil Menteri Timbulkan Kontroversi


http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=23492&cl=Berita

[29/10/09]

Keinginan Presiden mengangkat wakil menteri di KIB jilid II menimbulkan pro dan konta. Namun jika memang diperlukan, sebaiknya wakil menteri berasal dari kalangan teknokrat profesional.


Wuih...enaknya jadi pejabat setingkat menteri. Selain dimanjakan dengan kenaikan gaji mulai tahun depan, mereka juga akan mendapatkan asisten alias wakil menteri dalam bekerja. Padahal, kinerja mereka sendiri belum terlihat. Memang, kedua hal ini memang masih menjadi wacana. Namun sungguh ironis, negeri yang mengaku miskin dengan jumlah utang yang melimpah ruah sudah memanjakan para pejabatnya dengan hal-hal yang dirasa belum perlu.


Pengangkatan wakil menteri mengacu pada UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) menyebutkan, setidaknya terdapat enam departemen yang akan memiliki posisi wakil menteri dalam pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II. Pasal 10 UU No. 39/2008 menyatakan dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.


Dibutuhkan atau tidaknya wakil menteri di sebuah departemen, hingga kini masih menjadi perdebatan. Para pengamat saling adu argumen terhadap rencana presiden yang satu ini. Seperti ekonom Fauzi Ichsan. Analis dari Standard Chartered Bank ini memandang perlu ada wakil menteri di departemen-departemen tertentu, terutama menteri yang menggawangi bidang ekonomi. Akan tetapi, dukungan dari Fauzi harus diimbangi dengan berbagai catatan.


Ia mengingatkan posisi wakil menteri sebaiknya berasal dari kalangan teknokrat. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah masuknya agenda-agenda politik dalam kebijakan-kebijakan ekonomi yang akan diambil ke depan. Fauzi menilai hal itu penting karena selama ini pasar sudah memiliki ekspektasi terhadap posisi wakil menteri agar berasal dari kalangan yang murni profesional. “Kalau wakil menteri membawa agenda politik, ini akan konflik. Karena menterinya berasal dari teknokrat,” katanya di Jakarta, Rabu (28/10).



Secara kasat mata, sejumlah posisi menteri di bidang ekonomi saat ini berasal dari kalangan teknokrat yang profesional. Nama-nama seperti Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mendapatkan respons positif dari pasar. Namun yang menjadi masalah adalah soal pembagian tugas dan posisi hukum yang jelas terhadap kewenangan wakil menteri. Fauzi berharap agar posisi wakil menteri tidak hanya sebagai ‘ban serep’ jika menteri yang bersangkutan sedang berhalangan.


Lepas dari itu semua, muncul kontroversi baru di masyarakat. Ada yang mengatakan sejumlah partai tertentu yang belum puas dengan jatahnya di kabinet menginginkan posisi baru. Karena itu mereka berimprovisasi secara kreatif untuk mengusulkan kepada presiden perihal pembentukan posisi baru wakil menteri. Hal itu seperti yang diucapkan ekonom Martin Pangabean. Ia mengungkapkan jabatan wakil menteri tidak ada gunanya, melainkan hanya sebagai suatu pemborosan. “Ya, kalau mau bagi-bagi jatah pakai wakil menteri-lah, wah wong dulu ga pake wakil menteri juga ga apa-apa kok,” tuturnya.


Melchias Markus Mekeng, anggota Komisi XI DPR lain lagi. Ia menilai, jabatan wakil menteri tidak akan memberikan pemborosan bagi negara. Bahkan menurut dia, jika Menteri Keuangan akhirnya didampingi oleh wakil, maka tugas dari wakil menteri itu adalah memonitor program-program kementerian, apakah berjalan dengan baik atau tidak. “Ada bagusnya juga, karena kementerian keuangan ini kan sangat besar, pengelolaan uang masuk dan uang keluar juga sangat besar, nah wakil menteri nantinya dapat membantu Menkeu,” katanya.


Hatta Rajasa rupanya tak mau berpolemik. Menteri Koordinator Perekonomian yang notabenenya berasal dari kalangan politisi itu memastikan, wakil-wakil menteri yang akan ditetapkan oleh Presiden SBY berasal dari kalangan pejabat karir. Ia menjelaskan bahwa wakil menteri hanya diadakan untuk sejumlah departemen yang dinilai memiliki intensitas sangat tinggi, terutama apabila sang menteri kebetulan sedang berada di luar negeri. Para wakil menteri adalah pejabat karir, dan berasal dari kalangan profesional murni,” katanya.

(Yoz)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Translate Jurnal World Society of Victimology 3

Tugas Pengganti Pre/Post Test 1

Amerika, Eropa dan Zionis; Mustahil Menerapkan Keadilan Global