Tahun Depan Gaji Pejabat Negara Akan Dinaikkan


http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=23495&cl=Berita

[29/10/09]

Anggota DPR menilai kebijakan ini menunjukkan pemerintah tidak peka terhadap kondisi masyarakat.

Belum juga 100 hari bekerja, para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II mendapatkan kabar gembira. Apalagi kalau bukan rencana kenaikan gaji para pejabat setingkat menteri. Jika tidak ada hambatan, mulai 2010 kenaikan gaji ini sudah bisa dinikmati. Menurut pemerintah, kenaikan gaji merupakan salah satu bentuk remunerasi untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia.

Namun, tepatkah pemerintah menaikan gaji untuk tahun depan yang tinggal dua bulan lagi? Inilah yang jadi persoalan. Sejumlah pihak, termasuk kalangan anggota dewan menilai kenaikan gaji kurang tepat dilaksanakan lantaran masih banyak masalah di dalam negeri seperti bencana alam, pengangguran yang tinggi, jumlah masyarakat miskin yang belum teratasi, dan lain-lain.

Manuarar Sirait, anggota DPR dari Fraksi PDIP menilai kebijakan ini belum tepat dilaksanakan saat ini. Dia sendiri menolak kenaikan gaji tersebut. Menurutnya, pemerintah tidak peka terhadap kondisi masyarakat ini. “Yang perlu dinaikkan adalah subsidi buat rakyat, misalnya subsidi pupuk, subsidi bibit. Kita harus tahu bahwa masih banyak yang lebih sulit,” ujarnya kepada hukumonline.

Berbagai persoalan itu ditepis Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam jumpa pers di Departemen Keuangan, Rabu (28/10), Sri Mulyani mengungkapkan negara tetap memberikan bantuan anggaran untuk bencana alam. Begitu juga dengan anggaran pendidikan, program pengentasan kemiskinan yang tetap menjadi prioritas pemerintah. “Walaupun banyak hal-hal yang menjadi kendala dalam negara, tetapi tidak berarti kondisi tersebut menyandera hal-hal lain yang yang sebenarnya harus dilakukan. Pertimbangan Presiden tetap untuk memprioritaskan masyarakat,” papar Sri Mulyani.

Inisiatif perlunya penataan sistem remunerasi pejabat negara dimulai sejak pernyataan Presiden dalam tata muka dengan Hakim Agung di gedung Mahkamah Agung, 20 Desember 2005 lalu. Saat itu Presiden menginstruksikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) untuk melakukan kajian dan evaluasi seluruh sistem penggajian pejabat negara. Tujuannya guna menata sistem remunerasi dan penetapan tunjangan pejabat negara agar tidak bersifat parsial dan tidak situasional (ad hoc).

Dasar hukum remunerasi pejabat negara yang berlaku saat ini diatur lebih dari 35 peraturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan Surat Keputusan Sekretariat Jenderal Kementerian/Lembaga. Akibatnya tidak ada konsistensi dalam penetapannya.

Saat ini, remunerasi pejabat negara yang berlaku terdiri dari tiga unsur. Pertama, gaji pokok (basic salary). Kedua, tunjangan (allowence) misalnya tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan kehormatan, uang sidang, tunjangan komunikasi insentif yang bervariasi pada masing-masing lembaga negara. Ketiga, fasilitas (benefit), seperti kendaraan dinas, rumah jabatan, kesehatan, listrik dan telepon, supir pribadi, operasional harian, bantuan BBM, pengawalan dan pelayanan pimpinan.

Masih menurut Sri Mulyani, jika diperhitungkan dalam bentuk uang tunai, secara rata-rata penghasilan, baik itu gaji maupun tunjangan dari pejabat negara, relatif rendah. Namun, banyak pejabat negara yang mendapatkan tambahan tunjangan dari masing-masing lembaga berdasarkan kebijakan internal. Selain itu, sampai saat ini belum ada mekanisme yang jelas dan trasparan dalam penetapan besaran gaji pokok dan tunjangan pejabat negara, serta belum ada penetapan tentang skala masing-masing lembaga/pejabat negara dalam struktur penggajian (job grading), serta job description yang baik.

Sri Mulyani menambahkan UU No. 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara, yang merupakan dasar hukum penetapan remunerasi pejabat negara, sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Sebab belum mengatur remunerasi lembaga negara baru yang dibentuk dengan amendemen keempat UUD 1945. Sehingga dia menilai agar peraturan tentang remunerasi ini harus disempurnakan. Penyempurnaan ini diantaranya: tersedianya sistem penggajian pejabat negara yang berbasis pada pekerjaan yang dilakukan, terbentuknya sistem penggajian pejabat negara yang transparan, terlaksananya prinsip-prinsip penetapan besaran gaji yang sama untuk pekerjaan yang sama, mendukung pelaksanaan reformasi tata kelola pemerintah yang baik.

Sebenarnya, pemerintah pernah melakukan evaluasi terkait dengan remunerasi pejabat negara. Hasilnya terdapat kelemahan dalam sistem remunerasi, di antaranya: terjadi ketimpangan penghasilan antar pejabat negara, khususnya pada jenis tunjangan dan fasilitas. Lalu proses remunerasi bersifat parsial dan situasional (ad hoc) yang belum berdasarkan sistem, dasar hukum remunerasi juga tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini, dan banyak tunjangan yang didasarkan atas kebijakan internal lembaga.

Sekretaris Kementerian Negara PAN, Tasdik Kinanto, mengatakan harus ada sistem pengawasan bagi pejabat negara dalam melaksanakan kewajibannya. “Salah satu dilakukannya reformasi birokrasi adalah karena masih terjadi KKN, disiplin belum jalan dan ada ketidaktrasparanan yang terjadi selama ini, sistem pengawasan harus mampu membingkai ini, supaya reformasi itu mencapai tujuan.”

(M-7)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Translate Jurnal World Society of Victimology 3

Tugas Pengganti Pre/Post Test 1

Amerika, Eropa dan Zionis; Mustahil Menerapkan Keadilan Global